Linda Delgado terlahir di tengah-tengah umat Kristiani. Sejak usia 9 tahun, dia sudah rajin membaca Alkitab setiap hari. Namun itu tidak menjadikannya percaya begitu saja pada agama Kristen yang dianutnya, oleh sebab itu sampai usia 52 tahun, Linda terus terus melakukan pencarian untuk menemukan kebenaran sejati tentang Tuhan.
Selama puluhan tahun, Linda yang tidak pernah menjadi anggota jamaah salah satu gereja, mempelajari ajaran agama Katolik, Protestan, Mormon, Yehovah sampai agama Yahudi. Namun Linda masih belum bisa menerima ajaran-ajaran agama tersebut.
“Selama bertahun-tahun saya mencari kebenaran. Saya mempelajari banyak agama-agama. Selama lebih dari satu tahun saya belajar dua kali seminggu dengan seorang imam Katolik, tapi tidak bisa menerima keyakinan Katolik. Saya menghabiskan satu tahun lagi belajar dengan Saksi-Saksi Yehuwa dan tidak menerima keyakinan mereka dengan baik. Aku menghabiskan hampir dua tahun dengan LDS (Latter-Day Saints, yaitu Mormon) dan masih tidak menemukan kebenaran. Aku punya teman Yahudi dan kami banyak berdiskusi tentang keyakinan Yahudi. Aku pergi ke banyak gereja Protestan, selama berbulan-bulan, mencoba untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya.”
“Hati saya berkata bahwa Yesus bukanlah Tuhan melainkan hanya seorang nabi. Hati kecil saya berkata, Adam dan Hawa bertanggung jawab atas dosa-dosa mereka sendiri, dan bukan saya. Hati kecil saya berkata, saya selayaknya berdoa pada Tuhan dan bukan pada yang lain. Akal saya mengatakan juga bahwa saya harus bertanggung jawab atas perbuatan baik dan perbuatan buruk yang saya lakukan. Dan Tuhan tidak butuh hidup atau mati seperti manusia.” tutur Linda.
Linda bekerja sebagai polisi dan tinggal di Arizona, AS. Hingga umurnya mencapai 52 tahun ia mengaku selama itu pula ia tidak pernah berkomunikasi dengan seorangpun yang beragama Muslim. Ia, seperti kebanyakan orang Barat, terlalu banyak membaca pemberitaan di media massa tentang agama Islam, yang disebut-sebut sebagai agama yang dianut para teroris fanatik.
“Itulah sebabnya, saya tidak pernah mencoba membaca buku-buku atau informasi tentang Islam. Saya tidak tahu apapun tentang agama ini,” kata Linda.
Awal Penemuan
Pada usia 52 tahun, Linda dan suaminya yang juga polisi, pensiun dari dinas kepolisian tepatnya pada tahun 2000. Setahun sebelumnya, mereka masih aktif di dunia kepolisian. Polisi di seluruh dunia memiliki ikatan bersama, yang disebut persaudaraan penegak hukum.Mereka selalu membantu satu sama lain tidak peduli dari kepolisian atau negara mana. Saat itulah ia mendapatkan selebaran yang isinya minta tolong dicarikan rumah bagi sejumlah polisi asal Arab Saudi yang sedang berada di AS dalam rangka belajar bahasa Inggris di sebuah universitas dan tugas belajar di akademi kepolisian di Arizona. Para polisi Arab Saudi itu berharap bisa tinggal dengan keluarga Amerika agar mereka bisa mempraktekkan bahasa Inggris dan belajar tentang budaya masyarakat Amerika.
Saat itu, Linda dan suaminya tinggal tidak jauh dengan puteranya yang menjadi orang tua tunggal bagi puteri semata-wayangya. Setelah berdiskusi dengan suaminya, Linda menyatakan bersedia membantu para polisi Arab Saudi itu. Saat itu ia berpikir, ini akan menjadi kesempatan untuk cucu perempuannya belajar tentang orang-orang dari negara lain. Tapi Linda mengaku agak khawatir saat diberitahu bahwa polisi-polisi Saudi itu beragama Islam.
Kemudian seorang penerjemah dari Universitas Arizona mengenalkan anak muda dan tidak bisa berbahasa Inggris. Namanya Abdul. Dialah polisi Saudi yang akan tinggal bersama keluarga Linda. Keluarga Linda cepat akrab dan menyukai Abdul karena perilaku Abdul yang santun.
Setelah Abdul, kemudian datang Fahd. Usia Fahd lebih muda dan sangat pemalu. Linda menjadi tutor mereka berdua. Selain itu mereka bertiga juga aktif berdiskusi tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan sebagai polisi, tentang AS, tentang Arab Saudi dan tentang Islam. Linda mengamati bagaimana Abdul dan Fahd serta 16 anggota polisi Saudi lainnya yang sedang belajar di AS itu saling membantu satu sama lain. Dan Linda mengaku kagum pada Fahd dan Abdul yang sama sekali tidak terpengaruh dengan budaya Amerika meski mereka sudah satu tahun tinggal di AS.
“Mereka pergi ke masjid setiap hari Jumat, mereka tetap sholat meski mereka sangat lelah dan mereka selalu hati-hati dengan apa yang mereka makan. Mereka menunjukkan pada saya bagaimana memasak beberapa masakan tradisional Arab Saudi, mengajak saya ke restoran dan pasar warga Arab. Mereka juga sangat baik pada cucu saya, memberikannya banyak hadiah, lelucon dan persahabatan,” ungkap Linda.
Suatu hari, Linda menanyakan pada mereka apakah punya al-Quran lebih, karena Linda ingin membaca apa sebenarnya isi al-Quran. Fahd dan Abdul lalu menghubungi kedutaan besar Saudi di Washington DC dan minta dikirimkan al-Quran dengan terjemahan bahasa Inggris agar bisa dibaca Linda. Setelah itu, Linda sering bertanya tentang Islam pada dua polisi muda Saudi itu.
Dalam satu kesempatan, salah seorang polisi Saudi meminta istrinya datang dan tinggal di AS. Linda diundang ke rumah mereka dan disana Linda banyak bertanya pada istri polisi tadi tentang busana muslim, wudhu dan banyak hal tentang Islam.
Seminggu sebelum “anak-anak angkat” Linda kembali ke Arab Saudi, mereka mengadakan makan malam bersama seluruh keluarga. Linda sengaja membeli jilbab dan baju abaya untuk dikenakan saat malam itu. Linda ingin “anak-anak angkat”nya mengingatnya sebagai saudara perempuan yang mengenakan busana muslimah yang baik.
Sebelum mereka makan malam, Linda memutuskan untuk mengucapkan syahadat. Kedua polisi muda itu sangat terharu. Mereka menangis sekaligus tersenyum bahagia melihat Linda menjadi seorang Muslimah.
“Dalam hati saya percaya bahwa Allah telah mengirim kedua orang itu pada saya untuk menjawab doa-doa saya selama puluhan tahun. Saya percaya Dia telah memilih saya untuk melihat kebenaran dan cahaya Islam. Saya percaya Allah telah mengirimkan Islam ke rumah saya. Saya bersyukur Allah telah melimpahkan kasih sayang dan cintaNya pada saya,” tutur Linda tentang keislamannya.
Menjadi Seorang Muslimah
Setelah “anak-anak angkat”nya kembali ke Saudi, Linda secara resmi mendaftarkan dirinya sebagai seorang Muslim dan bergabung dengan sebuah masjid lokal. Linda mengakui, keluarga besarnya masih terkaget-kaget dengan keputusannya memeluk Islam. Mereka berpikir Linda tidak akan lama menjadi seorang Muslim dan dengan cepat akan segera berpindah ke agama lain seperti yang ia lakukan saat masa mudanya dulu.
Beruntung suami Linda orang yang sangat terbuka. Ketika Linda mengatakan bahwa mulai sekarang mereka harus makan makanan halal dan meninggalkan makanan yang diharamkan Islam, suaminya hanya menjawab “okay”. Linda juga mulai menyingkirkan foto-foto manusia dan gambar binatang yang dipajang di rumahnya. Linda tidak lupa menulis surat pada teman-teman dan keluarganya yang non-Muslim, mengabarkan bahwa sekarang ia menjadi seorang Muslim dan itu tidak akan mengubah hubungan mereka.
Sambil terus menjelaskan tentang rukun Islam pada keluarganya, Linda juga belajar salat dan membaca al-Quran, aktif dalam kegiatan Muslimah dan banyak menambah wawasan tentang Islam lewat internet. Lewat internet pula Linda bertemu dengan seorang Muslimah asal Kuwait yang mengiriminya paket berisi jilbab, kaos kaki, abaya, dan sebuah catatan hangat yang berisi ucapan selamat atas keputusannya menjadi seorang Muslim dan menjadi saudarinya dalam Islam.
Linda bukannya tidak menghadapi kesulitan beradaptasi dengan sesama Muslimah yang ia jumpai. Dari beberapa masjid yang ia kunjungi, Linda memahami bahwa kelompok-kelompok Muslim di sebuah masjid berkumpul biasanya karena persamaan budaya dan bahasa. Linda pernah merasa menjadi “orang asing” di tengah Muslim yang tidak terlalu mempedulikan kehadirannya. Namun Linda lebih banyak menemukan Muslim yang terbuka, hangat dan siap membantunya untuk belajar Islam.
Perjuangannya menjadi Muslim yang kaffah tak berhenti sampai disitu. Di tahun ketiganya sebagai Muslim, Linda mengalami serangan jantung dan menjalani operasi jantung. “Ini adalah waktu yang berat bagi saya. Karena saya tidak bisa menyentuhkan kepala ke lantai saat shalat, tapi masih bisa shalat di kursi. Saat itulah saya benar-benar memahami ketentuan Allah bahwa Islam itu adalah mudah.” ucapnya.
Linda terus belajar dan terus memberi kontribusi terhadap penyebaran agama Islam di keluarga dan komunitasnya. Semakin beranjak tua, dia merasa semakin lemah dalam melayani masyarakat. Akhirnya dia mencari cara yang mudah dalam berkontribusi untuk Islam.
“Aku terus meminta kepada Allah untuk bantuan-Nya dalam hal ini. Suatu hari, cucu muda saya menyarankan agar saya menulis buku tentang “anak-anak” Saudi saya, Islam, dan pengalaman keluarga saya dengan Islam. Saya memutuskan untuk menulis buku-buku dan juga termasuk cerita tentang sekelompok gadis-gadis muda, baik Muslim dan non-Muslim. Cerita-cerita mencakup masalah gadis-gadis muda yang ditemui di sekolah dan di rumah dan saya akan menggunakan pengetahuan saya tentang Islam sebagai panduan penulisan buku ini”, ujar Linda.
Linda pun menulis sebuah buku dengan judul Islamic Rose Book. Setelah itu dia menulis banyak buku-buku lainnya. Buku-buku karyanya tersebut tersedia di toko online Amazon.com, ini linknya: http://www.amazon.com/gp/aw/s//ref=mw_dp_a_s?ie=UTF8&i=books&k=Linda+D.+Delgado
Dengan menulis, Linda terus mempelajari Islam. Dia ingin pengetahuannya terus berkembang.
“Saya masih harus banyak belajar tentang Islam. Aku tidak pernah bosan membaca Al-Qur’an, dan salah satu hiburan favorit saya adalah membaca tentang tokoh Islam terkemuka dalam sejarah. Ketika saya tidak yakin tentang sesuatu dalam Islam, saya melihat ke Sunnah Nabi (saw). Saya melihat bagaimana ia menanggapi situasi dan menggunakan ini sebagai panduan. Perjalanan saya dalam Islam akan terus berlanjut, dan saya berharap untuk menemukan banyak pengalaman baru. Saya berterima kasih kepada Allah setiap hari untuk rahmat dan Kasih-Nya.”