Erdogan bersama sang istri.
Recep Tayyib Erdogan terpilih menjadi Presiden Turki ke-12 hasil pemilihan presiden langsung Turki yang digelar pada 10 Agustus 2014. Erdogan memenangi pemilihan presiden dengan perolehan suara 52 persen mengalahkan dua pesaingnya. Pada 28 Agustus 2014, beliau resmi dilantik menjadi Presiden Turki ke-12.
Pada hari Senin, 30 September 2013, Recep Tayyip Erdogan, yang saat itu sedang menjabat sebagai Perdana Menteri Turki, mengumumkan bahwa wanita yang bekerja di lembaga-lembaga negara, tidak lagi dilarang mengenakan jilbab. Pencabutan larangan pemakaian jilbab di lembaga-lembaga negara berlaku bagi pegawai negeri sipil saja. Hakim, jaksa, polisi dan anggota angkatan bersenjata dikecualikan dari pencabutan kali ini. “Ini adalah saat yang bersejarah, langkah penting,” kata PM Erdogan.
Erdogan dan partai berbasis Islam yang dibentuknya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengubah undang-undang yang melarang jilbab masuk ke institusi negara. Dalam masa itu istri sang PM, Emine Erdogan, dan istri Presiden, Hayrunnisa Gul, terpaksa tidak bisa mendampingi suami mereka di rumah dinas dan istana negara. Karena alasan jilbab pula, PM Erdogan kemudian menyekolahkan kedua anak perempuannya ke luar negeri, yaitu Amerika Serikat dan Bosnia.
Larangan berjilbab sudah mengakar kuat sejak hampir 90 tahun yang lalu, yaitu sejak pemerintahan sekuler pertama kali dibentuk oleh Mustafa Kemal Ataturk pada 1923. Saat itu Ataturk memperkenalkan serangkaian aturan berpakaian yang menjaga simbol-simbol agama harus berada di luar pelayanan sipil dan umum. Lebih lanjut, para guru, mahasiswi, siswi sekolah, dan pegawai dilarang untuk mengenakan hijab.Larangan ini menyebabkan banyak wanita muslim untuk tidak bekerja di tempat umum.
Pada tahun 1999, anggota parlemen keturunan Turki-Amerika, Merve Kavakci, tiba di parlemen mengenakan jilbab untuk upacara pengambilan sumpah dirinya. Karena hijabnya, dia dicemooh dan kewarganegaraan Turki yang dimilikinya dicabut.
Sejak pertama kali rencana Erdogan untuk mencabut larangan berhijab diumumkan, banyak kalangan sekuler yang tidak setuju dan mengkritik rencana tersebut.
Pada Oktober 2013, Erdogan mengumumkan paket reformasi yang telah disetujui parlemen yang juga dikuasai AKP. Paket reformasi itu mencakup antara lain pencabutan undang-undang yang melarang penggunaan jilbab di berbagai institusi pemerintah/negara.
“Era kegelapan akhirnya berakhir,” kata Erdogan. “Sekarang para wanita pemakai jilbab adalah anggota penuh republik ini, sebagaimana mereka yang tidak memakainya.”
Sebelumnya, larangan berjilbab di kampus-kampus, termasuk di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri, juga telah dicabut. Dengan begitu, para pegawai negeri perempuan kini bebas mengenakan busana Muslimah dan laki-laki boleh memelihara jenggot. Namun, larangan memakai jilbab dan berjenggot masih tetap berlaku untuk tentara, polisi, hakim, dan jaksa.
Pemandangan berbeda kini bisa dijumpai di gedung parlemen Turki. Kita bisa melihat beberapa anggota dewan dari AKP mengenakan jilbab di ruang sidang. Bahkan, partai-partai sekuler Turki pun secara demonstratif mengajukan calon anggota parlemen yang juga mengenakan jilbab.
Istri Erdogan pun kini bebas untuk memakai jilbab. Dia selalu tampil mengenakan jilbab khas Turki, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam kunjungan kenegaraannya, termasuk saat ke Indonesia pada akhir Juli – awal Agustus 2015.
Kebebasan untuk memakai jilbab merupakan hak asasi manusia dalam beragama dan berinteraksi. Pencabutan larangan tersebut adalah wujud penghargaan sebesar-besarnya terhadap kebebasan beragama dan berdemokrasi. Pemakaian jilbab tidak akan mengurangi kualitas jasa pelayanan publik. Justru sebaliknya, pelayan publik akan lebih fokus untuk melayani masyarakat alih-alih terlalu memperhatikan penampilan pribadi. Masyarakat pun akan lebih menghargai kualitas wanita dibanding kecantikan fisik semata.